Negeri Sejuta Senja

Posted: Oktober 14, 2013 in Uncategorized

puncak sikunir

Berjumpa senja walau sesaat kemudian bercumbu bintang yang menemani sampai terbit ufuk di ujung cakrawala…Penggalan  kata tersebut teringat ketika melihat foto Sunrise Gunung Klabat di Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia’. ” Loh kenapa judul nya Negeri Sejuta Senja ” ?. 

Indonesia, Negeri Sejuta Senja…Itu yang ada di benak ku ketika memulai melakukan perjalanan dan jatuh cinta pada tanah air beta. Ketika merencanakan perjalanan selalu saja memikirkan senja, walau aku tahu senja itu hanya satu tetapi tetap saja di pikiran ku sudah tertanam bahwa tiap senja itu penuh warna yang wajib di nikmati dengan tidak terburu-buru dan dengan hati yang berdebar. Karena tiap warna di Indonesia ku adalah senja…

Itulah aku, berjalan mencari senja untuk di resapi sambil mempelajari proses fenomena alam yang mengajarkan saya untuk menghargai ( Sopan ) bahwa bintang takkan terbit sebelum datang nya senja. Tanpa kusadari ada matahari terbit ( Sunrise ) yang selama ini selalu ku lewatkan, karena selalu bercengkrama dengan senja dan bercerita kepada bintang. Pejalan ‘Mager’ ( Males Gerak ] itulah aku, sebuah ungkapan anak muda jaman sekarang tentang keadaan dimana sudah nyaman dengan keadaan tertentu, Karena proses perjalanan ku selalu berteman senja dan bintang tanpa memberi rindu kepada matahari terbit ( Sunrise ). Ketika matahari terbit ( Sunrise ), aku mager di tempat peraduan ku…entah di hotel atau di kamar kos-kos an tempat kenalan ku atau bahkan fasilitas umum seperti masjid,terminal bahkan mungkin kantor polisi sambil menunggu waktu datang nya senja kemudian kembali melanjutkan perjalanan.

Setiap jengkal perjalanan ini mempunyai kenangan. Ingatlah itu…Kata-kata yang terlontar dari seorang teman ketika kita sedang mendaki sebuah gunung di pulau Jawa. Dalam perjalanan tersebut aku berjuang dengan hati riang untuk mencapai pos terakhir dimana kita akan mendirikan tenda dan beristirahat. Kenapa berjuang dengan hati riang, karena aku penyuka proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya ( Tujuan ) dalam melakukan perjalanan tanpa berpikir panjang untuk menikmati tujuan perjalanan tersebut yang pada kala itu merupakan puncak gunung. Menikmati puncak gunung memang paling tepat ketika muncul nya matahari di cakrawala, semburat warna-warni alam yang indah serta berdiri sejajar atau bahkan lebih tinggi dari kawanan awan yang biasa hanya dapat kita nikmati dari kejauhan. Itulah cerita keindahan matahari terbit ( Sunrise ) di puncak gunung, tutur teman saya yang berusaha membujuk saya untuk keluar dari tenda dan melanjutkan perjalanan ke puncak tetapi saya hanya mager menikmati dinginnya tetesan embun yang berhamburan diatas tenda.

Belum juga tersadarkan dengan kata – kata ” Setiap Jengkal Perjalanan ini Mempunyai Kenangan “, Aku pun tetap berteman senja yang suka bercerita kepada bintang. Selalu suka memulai perjalanan dengan kehadiran senja dan beristirahat ketika bintang ijin pamit untuk berganti benderang nya matahari terbit ( Sunrise ). Namun suatu ketika di sebuah dataran tinggi di pulau jawa tepat nya Jawa Tengah, dataran yang merupakan tertinggi kedua yang di huni manusia setelah tibet. Pada saat itu aku sedang bersiap untuk kembali ke peraduan tanpa menyambut matahari terbit ( Sunrise ), tetapi benak ku tergoda dengan suara gaduh lalu aku mencari tahu untuk menuntaskan penasaranku. Ternyata sekelompok wanita setengah baya yang sepertinya rombongan wisata yang sedang bersiap untuk melakukan pendakian ke sebuah bukit di dataran tinggi ini hanya untuk menyapa pagi. ” Hanya “, kenapa aku terusik dengan kata itu…hmmmm…mengapa mereka sangat berniat melakukan aktivitas ketika ayam baru ber kokok dan dengan udara sedingin ini ?

Kenapa ini, harus nya aku tak melangkahkan kakiku…Harus nya aku masuk kedalam matras empuk dan meringkuk di bawah selimut hangat kemudian mager tetapi entah kenapa kaki dan otak ku tidak sinkron. Kaki ini menolak melangkah masuk ke peraduan namun melangkah keluar zona nyaman untuk mengikuti jejak-jejak yang di tinggalkan oleh rombongan wanita setengah baya tadi. Beda dengan dunia ku kala menyambut pagi, para penyambut pagi ini penuh dengan keriuhan dan antusiasme ketika aku berjalan mengekor dengan otak yang terus memberi perintah untuk memutar balik dan mager. Entah berapa lama kaki ini yang selalu kupakai melangkah dengan senja sudah berjalan mengikuti penyambut pagi dan tiba disebuah tanah tidak begitu datar dengan banyak kerumunan orang bersiap dengan alat pengabadian gambar untuk menjepret pagi yang kala itu aku tidak membawa nya karena setengah hati melangkah kaki ini untuk menyambut pagi.

Pesta nya pun dimulai dengan keriuhan dan suara jeprat-jepret penyambut pagi, aku pun masih diam termanggu antara tidak peduli dan lelah, tetapi semburat jingga berganti warna yang lama-lama keemasan dengan siluet pegunungan melintas di pandangan mengingatkan akan sahabat perjalanan ku yang bernama senja. Inikah negeri ku di kala pagi ? Ini kah Indonesia setelah ayam berkokok ?Ahhhhh….hhhmmmmm….Subhan’Allah…Bagai melihat senja dengan keindahan berbeda. Sekelabat hilang semua rasa penyesalan ku melangkahkan kaki ke bukit ini berubah menjadi keriuhan bak anak remaja merayakan ulang tahunnya yang ke 17. Kini aku mempunyai sahabat baru, yaitu Matahari terbit ( Sunrise ), Senja…Bintang kenalkan ini sunrise bersama kita berjalan untuk mengenali diri lalu berusaha untuk memuaskan diri dan setelah itu akan mencoba untuk memahami diri.

Terimakasih Tuhan, buat kaki yg Kau berikan, dan aku berjanji akan selalu mensyukurinya dengan menikmati petualangan ini ketika Sunrise…Senja dan kemudian berkawan bintang karena ada keindahan yang bisa kita syukuri

Jika sebuah perjalanan dimulai dari mimpi, maka ya Tuhan.. ijinkan aku bermimpi yang indah malam ini sebelum memulai petualangan ku *Pejalan Mager*

Photo by : @Dyanname

Tinggalkan komentar